Senin, 22 September 2008

Pencegahan dan Pengobatan Diare pada Anak di Rumah


Penulis: Webmaster

Diare masih merupakan masalah kesehatan nasional karena angka kejadian dan angka kematiannya yang masih tinggi. Balita di Indonesia rata-rata akan mengalami diare 2-3 kali per tahun. Dengan diperkenalkannya oralit, angka kematian akibat diare telah sangat menurun. Namun demikian, balita yang mengalami gizi kurang masih cukup tinggi, yang antara lain dapat merupakan akibat penyakit diare pada anak. Berikut akan dijelaskan secara ringkas mengenai pencegahan dan pengobatan diare di rumah.

Pola buang air besar pada anak

Pada umumnya, anak buang air besar sesering-seringnya 3 kali sehari dan sejarang-jarangnya sekali tiap 3 hari. Bentuk tinja tergantung pada kandungan air dalam tinja. Pada keadaan normal, tinja berbentuk seperti pisang. Dilihat dari kandungan airnya bentuk tinja bervariasi mulai dari “cair” (kadar airnya paling tinggi, biasanya terjadi pada diare akut), “lembek” (seperti bubur), “berbentuk” (tinja normal, seperti pisang), dan “keras” (kandungan air sedikit seperti pada keadaan sembelit). Pada bayi berusia 0-2 bulan, apalagi yang minum ASI, frekuensi buang air besarnya lebih sering lagi, yaitu bisa 8-10 kali sehari dengan tinja yang encer, berbuih dan berbau asam. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna.

Warna tinja yang normal adalah kuning kehijauan, tetapi dapat bervariasi tergantung makanan yang dikonsumsi anak. Yang perlu diperhatikan adalah bila tinja berwarna merah (mungkin darah) atau hitam (mungkin darah lama/beku) atau putih seperti dempul (pada penyakit hati).

Kapan disebut diare ?

Anak dinyatakan menderita diare bila buang air besarnya “lebih encer” dan “lebih sering” dari biasanya. Tinja anak diare dapat mengandung lendir dan darah, tergantung pada penyebabnya. Gejala ikutan lainnya adalah demam dan muntah. Kadangkala gejala muntah dan demam mendahului gejala mencretnya.

Gejala yang timbul akibat penyakit diare

Karena terjadinya mencret dan muntah yang terus menerus, pada awalnya anak akan merasa haus karena telah terjadi dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) ringan. Bila tidak ditolong, dehidrasi bertambah berat dan timbullah gejala-gejala: anak tampak cengeng, gelisah, dan bisa tidak sadarkan diri pada dehidrasi berat. Mata tampak cekung, ubun-ubun cekung (pada bayi), bibir dan lidah kering, tidak tampak air mata walaupun menangis, turgor berkurang yaitu bila kulit perut dicubit tetap berkerut, nadi melemah sampai tidak teraba, tangan dan kaki teraba dingin, dan kencing berkurang. Pada keadaan dehidrasi berat nafas tampak sesak karena tubuh kekurangan zat basa (menderita asidosis). Bila terjadi kekurangan elektrolit dapat terjadi kejang.

Prinsip pengobatan diare

Penyakit diare dapat mengakibatkan kematian bila dehidrasi tidak diatasi dengan baik dan dapat mencetuskan gangguan pertumbuhan (kurang gizi) bila tidak diberikan terapi gizi yang adekuat. Sebagian besar diare pada anak akan sembuh sendiri (self limiting disease) asalkan dicegah terjadinya dehidrasi yang merupakan penyebab kematian. Oleh karena itu, prinsip pengobatan diare adalah:

*

Rehidrasi: mengganti cairan yang hilang, dapat melalui mulut (minum) maupun melalui infus (pada kasus dehidrasi berat).
*

Pemberian makanan yang adekuat: jangan memuasakan anak, pemberian makanan seperti yang diberikan sebelum sakit harus dilanjutkan, termasuk pemberian ASI. Pada diare yang ringan tidak diperlukan penggantian susu formula.
*

Pemberian obat seminimal mungkin. Sebagian besar diare pada anak akan sembuh tanpa pemberian antibiotik dan antidiare. Bahkan pemberian antibiotik dapat menyebabkan diare kronik.

Pengobatan dimulai di rumah ?

Bila anak menderita diare dan belum menderita dehidrasi, segera berikan minum sebanyak 10 ml per kilogram berat badan setiap kali mencret agar cairan tubuh yang hilang bersama tinja dapat diganti untuk mencegah terjadinya dehidrasi, sehingga mencegah terjadinya kematian. Sebaiknya diberikan cairan oralit yang telah tersedia di pasaran saat ini seperti oralit 200 ml, oralit I liter, Oralit-200 dan Pharolit-200 dan juga larutan oralit siap minum seperti Pedialyte dan Renalyte. Bila tidak tersedia, dapat pula digunakan larutan yang dapat dibuat di rumah seperti larutan garam-gula atau larutan garam-tajin (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Cara membuat larutan garam-gula dan larutan garam-tajin

Larutan Garam-Gula


Larutan Garam-Tajin

Bahan terdiri dari 1 sendok teh gula pasir, seperempat sendok teh garam dapur dan 1 gelas (200 ml) air matang.

Setelah diaduk rata pada sebuah gelas diperoleh larutan garam-gula yang siap digunakan.


Bahan terdiri dari 6 (enam) sendok makan munjung (100 gram) tepung beras, 1 (satu) sendok teh (5 gram) garam dapur, 2 (dua) liter air. Setelah dimasak hingga mendidih akan diperoleh larutan garam-tajin yang siap digunakan.

Bila telah terjadi dehidrasi, minumkanlah oralit 50-100 ml (tergantung berat ringannya dehidrasi) per kilogram berat badan dalam 3 jam untuk mengobati dehidrasi dan bila masih mencret oralit terus diberikan seperti di atas, yaitu 10 ml per kilogram berat badan setiap mencret (lihat Tabel 2).

Bagaimana mengetahui keadaan anak membaik dan tidak perlu dibawa ke dokter? Tentu saja dengan melihat adanya perbaikan dari gejala-gejala yang disebutkan di atas. Kesadaran anak membaik, rasa hausnya akan menghilang, mulut dan bibirnya mulai membasah, kencing banyak, dan turgor kulit perutnya membaik.

Kapan dirujuk ke puskesmas atau dokter ?

Anak dirujuk ke puskesmas atau dokter bila:

*

Muntah terus menerus sehingga diperkirakan pemberian oralit tidak bermanfaat
*

Mencret yang hebat dan terus menerus sehingga diperkirakan pemberian oralit kurang berhasil
*

Terdapat tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor kurang, tangan dan kaki dingin, tidak sadar).

Pencegahan diare

Diare umumnya ditularkan melaui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly dan Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan adalah:

*

Penyiapan makanan yang higienis
*

Penyediaan air minum yang bersih
*

Kebersihan perorangan
*

Cuci tangan sebelum makan
*

Pemberian ASI eksklusif
*

Buang air besar pada tempatnya (WC, toilet)
*

Tempat buang sampah yang memadai
*

Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan
*

Lingkungan hidup yang sehat

Tabel 2. Pengobatan diare di rumah

Derajat dehidrasi


Jenis

cairan


Jumlah

cairan


Jadwal pemberian

Belum dehidrasi


*

Cairan rumah tangga atau oralit



*

10 ml per kg berat badan setiap kali mencret



*

24 jam

Dehidrasi ringan


*

Oralit



*

50 ml per kgbb
*

10 ml per kgbb tiap mencret



*

3 jam

*

24 jam

Dehidrasi sedang


*

Oralit



*

100 ml per kgbb
*

10 ml per kgbb tiap mencret



*

3 jam

*

24 jam

Dehidrasi berat


Segera dibawa ke Puskesmas atau RS karena anak perlu mendapat infus

Penutup

Diare pada anak dapat menyebabkan kematian dan gizi kurang. Kematian dapat dicegah dengan mencegah dan mengatasi dehidrasi dengan pemberian oralit. Gizi kurang dapat dicegah dengan pemberian makanan yang memadai selama berlangsungnya diare. Peran obat-obatan tidak begitu penting dalam menangani anak dengan diare. Pecegahan dan pengobatan diare harus dimulai di rumah.

susu untuk diare

Diare Akibat Susu


Penulis: Agus Firmansyah

Gula atau karbohidrat

Dalam bahasa sehari-hari, kita mengenal istilah gula pasir, gula jawa, gula bit dan sebagainya. Dalam dunia kedokteran, yang dimaksud gula adalah karbohidrat. Dan istilah gula susu yang sering kita dengar berarti sejenis karbohidrat yang terdapat dalam susu.
Karbohidrat itu sendiri merupakan salah satu unsur gizi yang dibutuhkan tubuh dari makanannya di samping protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Zat ini merupakan bahan bakar tubuh, karena dari zat ini kita mendapatkan energi datau tenaga untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Lebih dari 50 persen kalori yang didapat tubuh biasanya disediakan leh karbohidrat.
Ada berbagai macam karbohidrat, begitu juga dengan sumbernya. Seperti gula pasir yang sering kita gunakan termasuk dalam golongan karbohidrat yang disebut sukrosa. Sedang gula susu dikenal juga dengan laktosa.

Susu sebagai sumber laktosa

Air Susu Ibu (ASI) mengandung laktosa sebagai karbohidratnya. Demikian juga dengan susu sapi, susu kambing, dan susu dari hewan mamalia lainnya kecuali anjing laut. Susu formula atau susu botol dengan sendirinya juga mengandung laktosa.
Dari penelitian tersingkap bahwa kelenjar pankreas (yang menghasilkan enzim-enzim pencernaan) pada bayi baru lahir belum bekerja dengan sempurna. Akibatnya bayi baru lahir tidak dapat mencerna karbohidrat dari sumber lain seperti nasi. Di dalam jonjot-jonjot usus, terdapat enzim yang berfungsi memecah laktosa. Laktosa yang diminum bayi akan dipecah menjadi jenis gula yang lebih kecil molekulnya, yaitu glukosa dan galaktosa. Kedua gula inilah yang diserap usus masuk ke pembuluh darah dan kemudian diedarkan ke seluruh tubuh untuk digunakan sebagai bahan bakar.

Berkurangnya enzim laktase

Enzim laktase dalam usus bayi sudah terbentuk sejak janin. Kadar maksimal akan tercapai pada usia janin 6-7 bulan sampai bayi lahir. Bayi-bayi prematur atau bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram, biasanya memiliki enzim laktase lebih kecil. Untuk kasus-kasus bayi dengan laktase kurang, mereka harus diberi makanan susu khusus.
Berkurangnya kadar enzim laktase di dalam jonjot-jonjot usus akan mengganggu kesehatan bayi. Pada penyakit diare misalnya, karena serangan kuman terjadilah kerusakan jonjot-jonjot. Kerusakan ini akan mengakibatkan jonjot-jonjot usus berkurang. Dan dengan sendirinya kadar enzim laktasepun akan berkurang.
Kemampuan seseorang untuk menangkal gangguan kesehatan akibat susu juga dipengaruhi oleh enzim laktase ini. Orang-orang kulit putih termasuk golongan yang tahan terhadap susu. Lain halnya dengan orang kulit berwarna seperti Asia, umumnya mereka tergolong yang tidak tahan susu. Pada orang kulit berwarna, kadar enzim laktase mereka umumnya menurun setelah berusia 3 tahun. Rendahnya enzim laktase ini pun tetap bertahan sampai dewasa. Lain halnya dengan orang kulit putih, mereka tetap dapat mempertahankan kada enzim laktase yang tinggi sampai mereka dewasa.
Berdasarkan teori, ketidakmampuan orang kulit berwarna memiliki enzim laktase rendah karena mereka tidak mendapatkan susu tambahan setelah mereka disapih. Akibatnya, tubuh mereka tidak dirangsang untuk cukup memproduksi enzim laktase. Dan karena terjadi setelah bertahun-tahun, dari generasi ke generasi, maka terjadilah perubahan genetik. Hasilnya, saat ini orang kulit berwarna akan sakit perut dan mencret kalau minum susu. Memang tidak semua orang, sebagian kecil orang kulit berwarna dapat tetap memiliki kadar enzim laktase tinggi. Walaupun kada enzim laktase di dalam tubuh rendah, sebagian besar dari kita masih dapat mengkonsumsi susu dengan toleransi baik. Asal, susu yang kita minum tidak terlalu banyak, misalnya hanya sekitar 200 sampai 400 cc sehari.
Penyakit kurang gizi (malnutrisi) juga dapat membuat anak tidak tahan susu. Sebab, dalam keadaan gizi buruk, jumlah jonjot usus berkurang. Akibatnya kadar enzim laktase pun berkurang.

Bahaya tidak tahan susu

Tidak tahan susu atau lebih sering intoleransi laktose diartikan sebagai gejala gangguan kesehatan berupa perut kembung, mencret, dan sakit perut kalau minum susu yang mengandung laktosa. Keadaan ini bisa saja menyerang semuaorang baik tua maupun muda seperti Ibu Vina dan bayinya. Kalau seorang bayi terserang diare, untuk sementara waktu ia tidak dapat menerima laktosa. Bila ia masih terus diberikan susu yang mengandung tinggi laktosa, maka mencretnya akan berlangsung terus. Padahal, laktosa yang tidak dapat dicerna usus tersebut merupakan makanan empuk bagi bakteri yang ada di dalam usus. Akibatnya, bakteri itupun akan berkembang baik.
Pada saat memanfaatkan laktosa tersebut, bakteri tidak menghabiskan seluruhnya. Tetapi terdapat sisa-sisa berupa asam-asam organik yang bersifat dapat menambah kerusakan jonjot-jonjot usus. Penambahan bakteri yang berlipat ganda ini pun akan membahayakan usus yang telah rusah tadi. Akibatnya diare pun akan berkepanjangan dan akan terjadi gangguan pencernaan dan penyerapan makanan. Pada akhirnya gangguan ini akan mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Tidak semua bayi yang menderita diare akan tidak tahan susu atau laktosa. Biasanya dokter akan menentukan apakah perlu diganti susu yang didapat bayi. Kalaupun perlu, penggantian tersebut hanya bersifat sementara.

Diare dan susu khusus

Laktosa memang tidak sembarangan ada di dalam ASI atau susu formula kalau tidak ada keunggulannya. Keunggulan utama adalah dalam penyerapan mineral kalsium yang sangat dibutuhkan bayi untuk pertumbuhan tulangnya. Sebagian ahli juga berpendapat bahwa laktosa juga berguna dalam mematangkan susunan saraf pusat (otak) bayi, karena ia dibutuhkan dalam pembentukan sarung serabut saraf.
Walaupun laktosa sangat dibutuhkan oleh tubuh karena ketidakmampuan tubuh menerimanya terpaksa susu harus diganti dengan susu khusus. Tetapi susu ini juga bisa digunakan oleh penderita diare pada saat serangan saja, untuk kemudian kembali pada susu biasa. Hal ini mengingatkan laktosasangat dibutuhkan bayi. Komposisi susu khusus ini disesuaikan dengan keadaan penderita diare. Disesuaikan dengan berkurangnya laktase dalam tubuh penderita, maka jumlah laktosa tersebut dikurangi dan diganti dengan jenis karbohidrat lain atau jenis glukosa polimer. Bisa juga laktosa tersebut dihilangkan dan diganti dengan jenis glukosa lain.

Tiga golongan susu khusus untuk diare adalah:

  • Formula susu sapi rendah laktosa
    Pada jenis susu ini kadar laktosa susu normal yaitu 7 gram/100 milimeter diturunkan menjadi kira-kira 1 gram/100 milimeter. Contoh susu : LLM dan Almiron

  • Formula susu sapi bebas laktosa
    Laktosa yang ada pada susu dihilangkan dan diganti dengan gula lain. Contoh susu : Bebelac FL dan Pregetismil

  • Formula susu kedele
    Formula ini terbuat dari kedele sehingga tidak mengandung susu sapi. Otomatis susu ini tidak mengandung laktosa.
    Contoh: Nursoy, nutrisoya, dan Prosobee